Belajar "Benar" dan "Salah" (anak)
Pemahaman tentang “benar” dan “salah” akan membuat si kecil bisa berperilaku etis dan hidup harmonis.
“Aduh, kakak jangan tarik rambut Kiki. Sakit niiih…!”
“Nak, ini pensil, rautan dan penggaris punya siapa? Ini bukan punya kamu ‘ kan ? Kok dibawa pulang?”
“Awas Abang, jangan tindih kaki Adik ya. Adik masih bayi.”
Tentu ada berbagai perilaku salah dan dilarang yang lain, tapi tetap anak lakukan. Seringkali, anak jelas-jelas tahu, menyakiti atau mengambil barang milik orang lain itu “salah”, karena sudah ribuan kali Anda mengatakannya.
Tetapi, meski tahu tentang perilaku yang “benar”, ia tidak berperilaku sesuai pemahamannya akan yang “benar” itu. Sebab, mengetahui dan berperilaku “benar”, bagi anak merupakan dua hal yang berbeda.
Dua elemen kesadaran
Michele Borba , penulis buku Building Moral Intelligence; the Seven Essential Virtues that Teach Kids to do the Right Thing, mendefinisikan kesadaran ( conscience ) sebagai pengetahuan tentang yang “benar”, dan berperilaku berdasarkan pengetahuan akan yang “benar” itu. Terjadinya tawuran, vandalism, pelanggaran aturan, atau perusakan lingkungan, jika mengacu pada Borba, menunjukkan tidak adanya kesadaran pada seseorang atau sebagian masyarakat.
Ahli lain, Stanley Greenspan, MD , pengajar di Bagian Psikiatri, ilmu-ilmu Perilaku dan dokter anak dari Universitas George Washington, Amerika Serikat, menyebutkan dua elemen kesadaran.
Pertama, mengenali. Anak mengenali bahwa perilaku tertentu itu “salah”. Kedua, pengendalian diri. Anak mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal yang “salah”. “Anak harus belajar hal ini sejak kecil,” saran Borba, peraih penghargaan untuk pendidikan moral anak. Kapan usia yang tepat? Dan usia berapa?
Usia kenal “benar- salah”
Menurut Sharon Lamb, Ed. D ., pengajar psikologi di Faith Michael College , Vermont, anak mulai paham “benar” dan “salah” pada usia 18 bulan. Anak usia ini dapat melarang diri sendiri saat ingin melakukan hal-hal yang salah. Mereka juga kerap berpura-pura akan melakukan sesuatu untuk memastikan bahwa tindakannya dilarang. Misalnya, pura-pura akan memukul ibu, atau pura-pura akan melempar barang.
Di usia 2 tahun, anak-anak mulai mengidentifikasi diri dengan orang tuanya. Usahanya melakukan hal yang benar, bertujuan untuk mendapatkan pujian dan senyuman dari orang tua. Hadiah seperti ini memperkuat proses identifikasinya.
Keinginan anak untuk diterima oleh lingkungan, mendorongnya menginternalisasi perilaku yang benar. Mereka memang banyak belajar tentang yang benar dan yang salah, tapi perilaku mereka masih berupa hasil tanggapan orang tuanya. Jadi, meski mereka tahu hal yang benar, belum tentu mereka ingin melakukannya.
Baru pada usia antara 3 sampai 5 tahun, menurut Greenspan, anak mulai mengembangkan suara hati, yang disebut kesadaran.
Tahap perkembangan kesadaran
Ada tiga tahap perkembangan kesadaran si kecil yang dapat dijadikan patokan sesuai usianya:
• Usia 18 - 36 bulan: Perilaku Menyenangkan
Tahap ini ditandai saat anak melakukan apa saja yang menyenangkan dan menghindari hukuman. Anak belum punya dorongan dari dalam dirinya untuk melakukan hal yang benar. Anak-anak yang tidak mendapat sentuhan dan perlakuan yang tepat dari orang tuanya, akan berhenti pada tahap ini. Mereka tidak akan mempunyai dorongan untuk melakukan yang benar.
Mengembangkan kesadaran pada anak usia ini perlu menggunakan reward and punishment . Hindarkan anak dari hal-hal yang berbahaya. Misalnya, listrik, disepencer air, atau kompor; agar ia tidak merasa terlalu dibatasi. Ini karena anak-anak usia ini belum paham penjelasan. Tindakan nyata lebih dibutuhkan.
• Usia 3 – 7 tahun: Malu dikritik
Anak usia ini merasa malu bila dikritik atau dihukum. Pada tahap ini, anak tidak memusatkan perhatian pada akibat perilakunya bagi orang lain, tetapi lebih untuk menghindarinya dari rasa malu. Jadi, bila ia meminta maaf, itu hanya untuk menghindari rasa malu, tidak untuk mengubah perilaku.
Untuk mengembangkan kesadaran anak usia ini, komunikasikan harapan Anda dan kebutuhan orang lain. Misalnya, anak dapat dilatih meminta maaf., jika ia berperilaku yang merugikan orang lain. Kembangkan pula sikap empati melalui diskusi tentang kebutuhan emosi orang lain. Misalnya, “Kalau kamu dipukul temanmu, kamu sedih enggak ? Jadi, kalau Feli kamu pukul, dia sedih enggak ya?”
Anak tak perlu dihukum. Gunakan konsekuensi logis untuk mengoreksi kesalahannya. Misalnya, “Kamu tadi dipukul Feli, karena kamu memukul duluan. Sakit ‘ kan ?” Berikan alasan yang jelas, mengapa perilaku salah tidak boleh dilakukan.
• Usia 7 – 11 tahun: Menyenangkan diri sendiri dan orang lain
Anak usia ini ingin berperilaku yang dapat menyenangkan diri sendiri dan orang lain. Ketika anak menyakiti orang lain, ia merasa bersalah dan ingin mengubah perilakunya. Anak usia ini berusaha memenuhi kebutuhannya tanpa menyakiti orang lain. Bila anak hidup dalam lingkungan yang baik, di usia ini ia berada pada tahap dimana ia sudah dapat menerima saat perilakunya dinyatakan salah.
Untuk menumbuhkan kesadaran anak usia ini, orang tua dituntut terampil bernegosiasi. Ungkapkan harapan Anda tentang perilaku apa yang Anda ingin ia lakukan. Anak usia ini sangat senang diajak berdiskusi. Mereka pun dapat memperoleh hadiah dari diri sendiri, yaitu saat mereka melihat orang lain senang.
Mengenali dan memahami dengan tepat tahap perkembangan kesadaran ini, dapat menjadi langkah awal yang penting dalam upaya mendidik anak berperilaku etis dan hidup harmonis.
Pentingnya Kedekatan Orang Tua - Anak
Menumbuhkembangkan kesadaran anak butuh waktu lama. Kunci utamanya adalah memelihara kedekatan dengan anak. Kedekatan melandasi pemberian disiplin dan pembatasan pada anak. Tanpa kedekatan, orang tua tidak akan dipercaya anak. Si kecil pun akan merasa pembatasan sebagai penolakan terhadap dirinya.
Hati-Hati Perilaku Anda!
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa praktek pengasuhan anak dalam lingkungan yang kondusif dan gaya orang tua sebagai pendidik moral memberi peran penting dalam menumbuhkan perilaku etis. Apa yang orang tua lakukan sehari-hari terhadap tetangga, pembantu rumah tangga, binatang peliharaan, pilihan bacaan, pilihan tayangan televisi, dan tanggapan Anda terhadap masalah moral seperti anak berbohong pada teman, diperhatikan dan dipelajari anak dengan sungguh-sungguh. Jadi, hati-hatilah dalam berperilaku!
Sumber : Ayah Bunda
“Aduh, kakak jangan tarik rambut Kiki. Sakit niiih…!”
“Nak, ini pensil, rautan dan penggaris punya siapa? Ini bukan punya kamu ‘ kan ? Kok dibawa pulang?”
“Awas Abang, jangan tindih kaki Adik ya. Adik masih bayi.”
Tentu ada berbagai perilaku salah dan dilarang yang lain, tapi tetap anak lakukan. Seringkali, anak jelas-jelas tahu, menyakiti atau mengambil barang milik orang lain itu “salah”, karena sudah ribuan kali Anda mengatakannya.
Tetapi, meski tahu tentang perilaku yang “benar”, ia tidak berperilaku sesuai pemahamannya akan yang “benar” itu. Sebab, mengetahui dan berperilaku “benar”, bagi anak merupakan dua hal yang berbeda.
Dua elemen kesadaran
Michele Borba , penulis buku Building Moral Intelligence; the Seven Essential Virtues that Teach Kids to do the Right Thing, mendefinisikan kesadaran ( conscience ) sebagai pengetahuan tentang yang “benar”, dan berperilaku berdasarkan pengetahuan akan yang “benar” itu. Terjadinya tawuran, vandalism, pelanggaran aturan, atau perusakan lingkungan, jika mengacu pada Borba, menunjukkan tidak adanya kesadaran pada seseorang atau sebagian masyarakat.
Ahli lain, Stanley Greenspan, MD , pengajar di Bagian Psikiatri, ilmu-ilmu Perilaku dan dokter anak dari Universitas George Washington, Amerika Serikat, menyebutkan dua elemen kesadaran.
Pertama, mengenali. Anak mengenali bahwa perilaku tertentu itu “salah”. Kedua, pengendalian diri. Anak mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal yang “salah”. “Anak harus belajar hal ini sejak kecil,” saran Borba, peraih penghargaan untuk pendidikan moral anak. Kapan usia yang tepat? Dan usia berapa?
Usia kenal “benar- salah”
Menurut Sharon Lamb, Ed. D ., pengajar psikologi di Faith Michael College , Vermont, anak mulai paham “benar” dan “salah” pada usia 18 bulan. Anak usia ini dapat melarang diri sendiri saat ingin melakukan hal-hal yang salah. Mereka juga kerap berpura-pura akan melakukan sesuatu untuk memastikan bahwa tindakannya dilarang. Misalnya, pura-pura akan memukul ibu, atau pura-pura akan melempar barang.
Di usia 2 tahun, anak-anak mulai mengidentifikasi diri dengan orang tuanya. Usahanya melakukan hal yang benar, bertujuan untuk mendapatkan pujian dan senyuman dari orang tua. Hadiah seperti ini memperkuat proses identifikasinya.
Keinginan anak untuk diterima oleh lingkungan, mendorongnya menginternalisasi perilaku yang benar. Mereka memang banyak belajar tentang yang benar dan yang salah, tapi perilaku mereka masih berupa hasil tanggapan orang tuanya. Jadi, meski mereka tahu hal yang benar, belum tentu mereka ingin melakukannya.
Baru pada usia antara 3 sampai 5 tahun, menurut Greenspan, anak mulai mengembangkan suara hati, yang disebut kesadaran.
Tahap perkembangan kesadaran
Ada tiga tahap perkembangan kesadaran si kecil yang dapat dijadikan patokan sesuai usianya:
• Usia 18 - 36 bulan: Perilaku Menyenangkan
Tahap ini ditandai saat anak melakukan apa saja yang menyenangkan dan menghindari hukuman. Anak belum punya dorongan dari dalam dirinya untuk melakukan hal yang benar. Anak-anak yang tidak mendapat sentuhan dan perlakuan yang tepat dari orang tuanya, akan berhenti pada tahap ini. Mereka tidak akan mempunyai dorongan untuk melakukan yang benar.
Mengembangkan kesadaran pada anak usia ini perlu menggunakan reward and punishment . Hindarkan anak dari hal-hal yang berbahaya. Misalnya, listrik, disepencer air, atau kompor; agar ia tidak merasa terlalu dibatasi. Ini karena anak-anak usia ini belum paham penjelasan. Tindakan nyata lebih dibutuhkan.
• Usia 3 – 7 tahun: Malu dikritik
Anak usia ini merasa malu bila dikritik atau dihukum. Pada tahap ini, anak tidak memusatkan perhatian pada akibat perilakunya bagi orang lain, tetapi lebih untuk menghindarinya dari rasa malu. Jadi, bila ia meminta maaf, itu hanya untuk menghindari rasa malu, tidak untuk mengubah perilaku.
Untuk mengembangkan kesadaran anak usia ini, komunikasikan harapan Anda dan kebutuhan orang lain. Misalnya, anak dapat dilatih meminta maaf., jika ia berperilaku yang merugikan orang lain. Kembangkan pula sikap empati melalui diskusi tentang kebutuhan emosi orang lain. Misalnya, “Kalau kamu dipukul temanmu, kamu sedih enggak ? Jadi, kalau Feli kamu pukul, dia sedih enggak ya?”
Anak tak perlu dihukum. Gunakan konsekuensi logis untuk mengoreksi kesalahannya. Misalnya, “Kamu tadi dipukul Feli, karena kamu memukul duluan. Sakit ‘ kan ?” Berikan alasan yang jelas, mengapa perilaku salah tidak boleh dilakukan.
• Usia 7 – 11 tahun: Menyenangkan diri sendiri dan orang lain
Anak usia ini ingin berperilaku yang dapat menyenangkan diri sendiri dan orang lain. Ketika anak menyakiti orang lain, ia merasa bersalah dan ingin mengubah perilakunya. Anak usia ini berusaha memenuhi kebutuhannya tanpa menyakiti orang lain. Bila anak hidup dalam lingkungan yang baik, di usia ini ia berada pada tahap dimana ia sudah dapat menerima saat perilakunya dinyatakan salah.
Untuk menumbuhkan kesadaran anak usia ini, orang tua dituntut terampil bernegosiasi. Ungkapkan harapan Anda tentang perilaku apa yang Anda ingin ia lakukan. Anak usia ini sangat senang diajak berdiskusi. Mereka pun dapat memperoleh hadiah dari diri sendiri, yaitu saat mereka melihat orang lain senang.
Mengenali dan memahami dengan tepat tahap perkembangan kesadaran ini, dapat menjadi langkah awal yang penting dalam upaya mendidik anak berperilaku etis dan hidup harmonis.
Pentingnya Kedekatan Orang Tua - Anak
Menumbuhkembangkan kesadaran anak butuh waktu lama. Kunci utamanya adalah memelihara kedekatan dengan anak. Kedekatan melandasi pemberian disiplin dan pembatasan pada anak. Tanpa kedekatan, orang tua tidak akan dipercaya anak. Si kecil pun akan merasa pembatasan sebagai penolakan terhadap dirinya.
Hati-Hati Perilaku Anda!
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa praktek pengasuhan anak dalam lingkungan yang kondusif dan gaya orang tua sebagai pendidik moral memberi peran penting dalam menumbuhkan perilaku etis. Apa yang orang tua lakukan sehari-hari terhadap tetangga, pembantu rumah tangga, binatang peliharaan, pilihan bacaan, pilihan tayangan televisi, dan tanggapan Anda terhadap masalah moral seperti anak berbohong pada teman, diperhatikan dan dipelajari anak dengan sungguh-sungguh. Jadi, hati-hatilah dalam berperilaku!
Sumber : Ayah Bunda
0 Comments:
Post a Comment
<< Home