Melacak Karakter Istri Sholihah dalam Al-Quran (2)
2. Profil Ibu**
2.1. Memiliki Visi Pendidikan untuk Mengabdi kepada Allah
Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Rabbku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk". (QS. 3:35-36)
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a: "Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. 46:15)
Ayat-ayat di atas mengajarkan agar para Ibu muslimah menjadikan visi terbesar pendidikan anak untuk menjadikan mereka para hamba Allah yang senantiasa berkhidmat kepada Allah swt. Kesuksesan utama orang tua dalam pendidikan anak adalah manakala mereka menjadi orang-orang yang pandai bersyukur kepada Allah.
Sikap syukur ini menyiratkan kebaikan-kebaikan mereka terhadap sesama manusia. Sebab syukur dalam makna yang luas berarti memanfaatkan segala kebaikan Allah swt untuk mentaatiNya. Artinya berbagai perbuatan kebajikan adalah perwujudan terima kasih kita kepada Allah. Dalam kerangka berpikir ini kita menemukan pentingnya pendidikan bagi anak, sebab pendidikan lah yang akan membuat seorang manusia memiliki karakter atau akhlak mulia.
Untuk itu seorang Ibu dituntut melengkapi wawasan dan pengetahuannya untuk mendidik anak-anak. Diantara pengetahuan mendasar bagi anak-anak adalah:
§ Dalam sisi keagamaan: tilawah Quran (serta pemahamannya pada hal-hal mendasar) dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya ra. Pengetahuan dasar keagamaan ini akan menjadi fondasi bagi kekokohan aqidah dan akhlak.
§ Dalam sisi pengetahuan dan keterampilan umum: komunikasi-berbahasa (termasuk sastra), logika-matematika, pengetahuan sejarah dan musik-bernyanyi.
2.2. Memiliki Keyakinan Kuat terhadap Janji Allah
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS. 28:7)
Dalam menghadapi berbagai tantangan jaman, seorang Ibu mesti senantiasa optimis, bahwa Allah akan menolong mereka mendidik anak-anaknya menjadi manusia berguna di masa depan. Sikap teguh Ibunda Nabi Musa sebagaimana digambarkan pada surat al-Qashash menjadi teladan utama dalam bersikap yakin akan bantuan Allah swt ini.
Ibu Musa ditakdirkan melahirkan anaknya dalam kondisi amat berat, yaitu ketika Firaun, penguasa yang amat zhalim saat itu, mengeluarkan perintah untuk membunuh anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil, karena alasan ketakutan akan runtuhnya kerajaannya. Akan Allah swt memerikan keteguhan kepada Ibu Musa dan dengan dibantu oleh kakak perempuan Musa, Ibu Musa berhasil melalui masa-masa sulit tersebut untuk melindungi dan memelihara Musa.
Kisah di atas menjadi pelajaran berharga bagi para ibu muslimah. Saat ini tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak-anak amat besar. Kita dihadapkan pada berbagai tantangan dalam mendidik anak-anak, mulai dari seleksi pendidikan yang berkualitas, tantangan finansial, tantangan lingkungan hingga tantangan pada diri kita sendiri. Untuk tantangan lingkungan, kita menyaksikan banyaknya “polusi” berita dan informasi tentang kekerasan atau tindakan a-susila baik dalam bentuk tulisan ataupun tayangan-tayangan audio visual.
Dalam kondisi ini peran para Ibu amatlah besar untuk menjaga anak-anak agar tumbuh pada fitrah kesuciannya. Modal paling besar bagi para Ibu adalah kedekatan dengan Allah swt, memahami pengarahan (taujih) dan pengajaran dari Allah swt melalui al-Quran dan sunnah NabiNya. Untuk itu para Ibu hendaknya senantiasa mengadakan pengkajian yang mendalam terhadap dua sumber utama ajaran Islam ini
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (QS. 33:34)
2.3. Penuh Suka Cita dalam Mendidik
Dan berkatalah istri Fir'aun: "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfa'at kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak", sedangkan mereka tiada menyadari. (QS. 28:9)
Sikap kasih sayang kepada anak-anak adalah fitrah yang Allah berikan kepada para Ibu untuk mendidik anak-anak mereka. Selama fitrah ini terjaga baik, seorang Ibu akan menjadikan perhatian pada anak sebagai perhatian terbesar dalam hidupnya. Kisah jatuh cintanya Asiyah istri Firaun kepada bayi Musa diabadikan al Quran untuk menggambarkan fitrah ini. Padahal Musa bukanlah anak kandungnya sendiri. Hendaknya sikap kasih sayang ini terus menyertai proses pendidikan anak.
Satu tantangan yang dihadapi para Ibu masa kini adalah tarikan untuk berkarir dan mencari penghasilan yang besar. Tarikan ini terjadi karena struktur sosial-ekonomi-masyarakat yang “memaksa” sebagian ibu-ibu untuk bekerja mencari nafkah. Padahal di dalam ajaran Islam, kewajiban mencari nafkah ini ada pada pundak para bapak. Motivasi lain adalah karena adanya kelemahan pola hubungan suami-istri. Sebagian istri merasa khawatir dirinya direndahkan oleh suami apabila tidak memiliki penghasilan sendiri. Tentu saja kondisi ini pun tidak seharusnya terjadi dalam keluarga muslim, sebab ajaran Islam telah memerintahkan para suami untuk bersikap kasih sayang dan adil dalam memimpin rumah tangga. Yang patut diwaspadai adalah ketika kaum perempuan justru sangat menikmati karirnya, sehingga meletakkan masalah pendidikan dan kasih sayang kepada anak pada prioritas ke sekian dibandingkan karirnya. Bahkan misalnya pada sebagian kalangan perempuan ada pandangan bahwa memiliki anak itu akan mengganggu karir mereka.
2.1. Memiliki Visi Pendidikan untuk Mengabdi kepada Allah
Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Rabbku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk". (QS. 3:35-36)
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a: "Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. 46:15)
Ayat-ayat di atas mengajarkan agar para Ibu muslimah menjadikan visi terbesar pendidikan anak untuk menjadikan mereka para hamba Allah yang senantiasa berkhidmat kepada Allah swt. Kesuksesan utama orang tua dalam pendidikan anak adalah manakala mereka menjadi orang-orang yang pandai bersyukur kepada Allah.
Sikap syukur ini menyiratkan kebaikan-kebaikan mereka terhadap sesama manusia. Sebab syukur dalam makna yang luas berarti memanfaatkan segala kebaikan Allah swt untuk mentaatiNya. Artinya berbagai perbuatan kebajikan adalah perwujudan terima kasih kita kepada Allah. Dalam kerangka berpikir ini kita menemukan pentingnya pendidikan bagi anak, sebab pendidikan lah yang akan membuat seorang manusia memiliki karakter atau akhlak mulia.
Untuk itu seorang Ibu dituntut melengkapi wawasan dan pengetahuannya untuk mendidik anak-anak. Diantara pengetahuan mendasar bagi anak-anak adalah:
§ Dalam sisi keagamaan: tilawah Quran (serta pemahamannya pada hal-hal mendasar) dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya ra. Pengetahuan dasar keagamaan ini akan menjadi fondasi bagi kekokohan aqidah dan akhlak.
§ Dalam sisi pengetahuan dan keterampilan umum: komunikasi-berbahasa (termasuk sastra), logika-matematika, pengetahuan sejarah dan musik-bernyanyi.
2.2. Memiliki Keyakinan Kuat terhadap Janji Allah
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS. 28:7)
Dalam menghadapi berbagai tantangan jaman, seorang Ibu mesti senantiasa optimis, bahwa Allah akan menolong mereka mendidik anak-anaknya menjadi manusia berguna di masa depan. Sikap teguh Ibunda Nabi Musa sebagaimana digambarkan pada surat al-Qashash menjadi teladan utama dalam bersikap yakin akan bantuan Allah swt ini.
Ibu Musa ditakdirkan melahirkan anaknya dalam kondisi amat berat, yaitu ketika Firaun, penguasa yang amat zhalim saat itu, mengeluarkan perintah untuk membunuh anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil, karena alasan ketakutan akan runtuhnya kerajaannya. Akan Allah swt memerikan keteguhan kepada Ibu Musa dan dengan dibantu oleh kakak perempuan Musa, Ibu Musa berhasil melalui masa-masa sulit tersebut untuk melindungi dan memelihara Musa.
Kisah di atas menjadi pelajaran berharga bagi para ibu muslimah. Saat ini tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak-anak amat besar. Kita dihadapkan pada berbagai tantangan dalam mendidik anak-anak, mulai dari seleksi pendidikan yang berkualitas, tantangan finansial, tantangan lingkungan hingga tantangan pada diri kita sendiri. Untuk tantangan lingkungan, kita menyaksikan banyaknya “polusi” berita dan informasi tentang kekerasan atau tindakan a-susila baik dalam bentuk tulisan ataupun tayangan-tayangan audio visual.
Dalam kondisi ini peran para Ibu amatlah besar untuk menjaga anak-anak agar tumbuh pada fitrah kesuciannya. Modal paling besar bagi para Ibu adalah kedekatan dengan Allah swt, memahami pengarahan (taujih) dan pengajaran dari Allah swt melalui al-Quran dan sunnah NabiNya. Untuk itu para Ibu hendaknya senantiasa mengadakan pengkajian yang mendalam terhadap dua sumber utama ajaran Islam ini
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (QS. 33:34)
2.3. Penuh Suka Cita dalam Mendidik
Dan berkatalah istri Fir'aun: "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfa'at kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak", sedangkan mereka tiada menyadari. (QS. 28:9)
Sikap kasih sayang kepada anak-anak adalah fitrah yang Allah berikan kepada para Ibu untuk mendidik anak-anak mereka. Selama fitrah ini terjaga baik, seorang Ibu akan menjadikan perhatian pada anak sebagai perhatian terbesar dalam hidupnya. Kisah jatuh cintanya Asiyah istri Firaun kepada bayi Musa diabadikan al Quran untuk menggambarkan fitrah ini. Padahal Musa bukanlah anak kandungnya sendiri. Hendaknya sikap kasih sayang ini terus menyertai proses pendidikan anak.
Satu tantangan yang dihadapi para Ibu masa kini adalah tarikan untuk berkarir dan mencari penghasilan yang besar. Tarikan ini terjadi karena struktur sosial-ekonomi-masyarakat yang “memaksa” sebagian ibu-ibu untuk bekerja mencari nafkah. Padahal di dalam ajaran Islam, kewajiban mencari nafkah ini ada pada pundak para bapak. Motivasi lain adalah karena adanya kelemahan pola hubungan suami-istri. Sebagian istri merasa khawatir dirinya direndahkan oleh suami apabila tidak memiliki penghasilan sendiri. Tentu saja kondisi ini pun tidak seharusnya terjadi dalam keluarga muslim, sebab ajaran Islam telah memerintahkan para suami untuk bersikap kasih sayang dan adil dalam memimpin rumah tangga. Yang patut diwaspadai adalah ketika kaum perempuan justru sangat menikmati karirnya, sehingga meletakkan masalah pendidikan dan kasih sayang kepada anak pada prioritas ke sekian dibandingkan karirnya. Bahkan misalnya pada sebagian kalangan perempuan ada pandangan bahwa memiliki anak itu akan mengganggu karir mereka.